Senin, 30 November 2015


Video 1 : Dokumentasi Video Penyuluhan "Pestisida Nabati untuk Pembasmian Hama Wereng"


Gambar 1 : Alat peraga poster "Pestisida Nabati untuk Pembasmian Wereng"

Minggu, 08 November 2015


Budidaya Jamur Tiram Media Jerami

Integrated Farming System, atau sistem pertanian terpadu, didefinisikan sebagai penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem usaha pertanian yang terpadu. Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang dihasilkan. Padahal usaha ini sangat cocok digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis dengan limpahan sinar matahari sepanjang tahun dan curah hujan tinggi. Beberapa metode diversifikasi pertanian seperti minapadi (padi dengan ikan) dan longyam (balong ayam/ ikan dengan ayam) mengadopsi model integrated farming system ini.
            Komponen integrated farming salah satuny adalah persawahan atau ladang. Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa menyediakan pakan untuk peternakan. Padi, strawberi, apel, anggur, singkong, tomat, talas dan jamur dapat digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan bahwa padi yang digunakan harus berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang agak tinggi. Hasil samping pertanian berupa jerami, sekam dan sisa batang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan ikan, pembuatan biogas dan kompos.


Jamur dapat dipilih karena menggunakan kotoran ternak dan tidak membutuhkan lahan luas
Ketika musim panen padi tiba, timbul masalah berupa limbah jerami. Limbah jerami ini biasanya ditumpuk di tengah sawah atau di pinggir pematang sawah, yang kemudian di buang atau di bakar untuk diambi abunya. Padahal pembakaran jerami akan mengakibatkan sebagian unsur hara seperti N, P, K dan Si akan berkurang bahkan hilang, belum lagi dampak pencemaran udara yang ditimbulkan akibat pembakaran tersebut. Menurut berita resmi statistic(2006), produksi padi nasional mencapai 54,75 ton pertahun pada tahun 2006, mneingkat 1,11% dibandingkan produksi padi pada tahun 2005. Peningkatan produksi padi juga diiringi dengan peningkatan jumlah limbah jerami padi.  Menurut kementerian pertanian (2012), per ha sawah menghasilkan sebnyak 3-4 ton jerami kering. Jika semua jerami tersebut sibakar pasti akan menyebabkan pencemaran udara yang hebat, dan tentu akan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar.
            Sebenarnya ketersediaan jerani padi ini cukup potensial bila diawetkan melalui pengeringan sinar matahari, lau ditumpuk di tempat yang diberi naungan agar tidak kehujanan untuk dimanfaatkan sebagai media budidaya jamur tiram. Berikut cara membuat media dari jerami padi. Pertama, jerami padi yang sudah dicacah disiapkan sebnyak 100 kg. Lalu, jerami padi, dedak, kapur dan gypsum di dicampurkan dengan perbandingan 100:10:2,5:2 dalam kg, serta ditambahkan air jika campuran terlalu kering. Kemudian, campuran diaduk hingga merata lalu ditutup degan plastic selama 48 jam denga ph6-7. Setelah itu, media dimasukkan ke dalam baglog dan di padatkan hingga beratnya 1-3 kg dan dipasangkan cincin serta tutupnya. Selanjutnya, baglog dikukus dalam drum selama 6-8 jam, lalu didinginkan selama 12 jam. Tahap berikutnya, dilakukan inokulasi (penanaman bibit) secra aseptik, dengan cara bibit dimasukkan ke baglog menggunakan sendok  dan baglog diinkubasi sealama 40-50 hari dengan suhu kamar sampai baglog ditutupi miselium secra merata lalu ditempatkan pad arak-rak didalam rumah jamur(kumbung). Terakhir, tutup baglog dibuks agar jamur dapat tumbuh setelah pembukan selama 2 minggu lalu jamur segar dipanen setelah 2-3 hari.
            Petani jamur di Indonesia masih jarang yang memanfaatkan jerami sebagai media budidaya jamur tiram. Jerami padi biasa dimanfaatkan sebgai pupuk kompos, pakan ternak dan media budidaya jamur merang. Namun, dengan melihat potensi limbah jerami yang melimpah ini, tidak ada salahnya jika kita mencoba mengaplikasikannya pada budidaya jamur tiram. Jerami juga sebagai alternatif lain pengganti serbuk kayu, terutama bagi petani yang sedang kesulitan mendapatkan serbuk kayu, karena sekarang sudah terjadi persaingan untuk mendapatkan serbuk kayu antara sesama peteni jamur, pengerajin batu bata, maupun industry tebu. Dengan memanfaatkan jerani untuk budidaya jamur tiram berate kita telah membantu mengatasi limbah pertanian di Indonesia.



Pertanian Binaan RAPP Ikut Serta Menerapkan Sistem Pertanian Terpadu

Kampar - Pertanian merupakan aspek penting dalam pemenuhan hajat hidup manusia. Adanya keperluan tersebut menyebabkan sistem pertanian mengalami perubahan yang signifikan guna mengejar kebutuhan kuantitas maupun kualitas bagi permintaan masyarakat. Melaului program sistem pertanian terpadu, kelompok tani binaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Meka, Sungai Lipai, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupatem Kampar berhasil panen sebanyak 6 ton timun. Hasil yang demikian dilatar belakangi adanya penerapan sistem Integrated System (IFS) yang telah dicanangkan oleh Community Develompment (CD) RAPP.
 Program RAPP berhasil mengembangkan budidaya timun pada lahan gambut seluas 0,5 ha dengan kualitas yang mampu bersaing dengan produk lain di pasaran.
“Pembinaan RAPP berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Sejak penerapan dilakukan, setidaknya sekitar 7 kali panen kami mampu memenuhi keadaan pasar yang sebelumnya selalu terkendala karena banyak faktor, seperti produk lain yang lebih bagus dan diterima di Pekanbaru,” ujar Sakimin, ketua kelompok Mekar Tani.

Panen timun : Ketua Kelompok Mekar Tani, Sakimin menunjukan timun hasil budidaya kelompoknya menggunakan sistem Integrated Farming System (IFS) di lahan gambut yang dilatih melalui program Community Development (CD) RAPP.

Keberhasilan program tersebut dinilai Sakimin sebagai langkah bagus untuk memajukan dan mengembangkan potensi pertanian yang dilakukan anggota kelompok tani. Kegiatan tersebut merupakan wujud kepedulian perusahaan RAPP sebagai upaya menggebrak peran aktif kelompok Mekar Tani sebagai salah satu penghasil komoditas sayuran, seperti timun, kacang, cabai, dan lada.
          Tak hanya itu saja, RAPP juga memberikan bantuan berupa 14 ekor sapi kepada kelompok tani Rizki Mandiri di Desa Sari, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar (12/5). Menurut Wibisono, wakil dari pihak kedokteran hewan yang ditunjuk pihak RAPP, bantuan tersbut merupakan bentuk komitmen perusahaan dalam upaya mensejahterakan masyarakat dalam upaya budidaya dan penggemukan sapi.
“Semoga sistem ternak yang diterapkan pada kami dapat berkembang dengan baik dan cepat,” kata Saijo selaku salah satu anggota kelompok tani Rizki Mandiri. Higga saat ini, jumlah sapi yang ada mencapai 72 ekor. Hal ini dianggap sebagai kesuksesan program yang dijalankan oleh RAPP.
          Di lain pihak, CD Officer RAPP, M. Daim, menyatakan bahwa CD RAPP telah menerapkan program dan sistem pertanian yang berkelanjutan kepada setiap kelompok yang dibina sehingga hasil akhir yang baik dan memiliki kemampuan di didang pertanian melalui berbagai sumber pelatihan dan bantuan. Menurutnya, program CD RAPP dapat berjalan baik karena dukungan dan apresiasi yang diberikan pihak pemerintah daerah dan masyarakat setempat serta pihak swasta (15/5).
“Kesuksesan dapat dicapai oleh siapa saja, asalnya mau bekerja keras dan ulet. Kuncinya adalah setiap kelompok tani harus bisa menjadi telatan bagi yang lain dalam merintis pertanian,” ungkapnya. Keberhasilan ini merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat kelompok tani menggunakan sistem Integrated farming System (IFS) di lahan gambut yang diarahakn benar oleh CD RAPP sehingga hasilnya dapat memajukan kesejahteraan petani, khususnya di daerah terpencil.


Diubah seperlunya dari Melalu Sistem Pertanian Terpadu, Petani Binaan RAPP Panen 6 Ton Timun dan 72 Ekor Sapi via http://www.riauterkini.com/produk.php?arr=92244&judul=Melalui%20Sistem%20Pertanian%20Terpadu,Petani%20Binaan%20RAPP%20Panen%206%20Ton%20Timun%20dan%20Ternak%2072%20Ekor%20Sapi

oleh Dian Nur/13572/DPKP Praktikum B2 2015

Sabtu, 07 November 2015

POLA INTEGRASI TANAMAN DAN TERNAK UNTUK PERTANIAN TERPADU

oleh Dzakira Mumtaza
Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen.
Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi dapat menjadi pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan. Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim kering juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak.
Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi  mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Sejalan dengan program pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak sapi yaitu melalui program-program bantuan pengadaan bibit sapi maka hal ini sangat baik untuk penerapan integrasi ternak sapi dalam usaha tani tanaman.
 Integrasi Tanaman Padi dengan Ternak Sapi
Usaha pemeliharaan ternak sapi dalam suatu kawasan persawahan dapat memanfaatkan secara optimal sumberdaya lokal dan produk samping tanaman padi. Pola pengembangan ini dikenal dengan sistem integrasi padi ternak (SIPT). Program SIPT merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan produksi padi, daging, susu, dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani (Hayanto B, et.al., 2002). Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan teknologi pengolahan hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil ikutan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan sapi. Sedangkan kotoran ternak sapi dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah di areal persawahan. Produk samping tanaman padi berupa jerami mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang ketersediaan pakan ternak. Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar rata-rata 4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal agar disukai ternak maka sebelum diberikan pada ternak dilakukan pencacahan, fermentasi ataupun amoniasi. Jerami padi yang telah difermentasi siap untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun dapat ditambahkan dengan bahan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan legum (lamtoro, kaliandra, turi) yang dibudidayakan di areal pematang atau pagar kebun. Pemberian jerami disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya diberikan sejumlah 20 – 30 kg jerami per hari dan dipercikkan air garam untuk menambah nafsu makan. Penambahan bahan pakan lain seperti dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi. Kotoran sapi berupa fesesurine dan sisa pakan dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal persawahan sedangkan sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani. Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 – 10 kg setiap hari, urine 7 – 8 liter setiap hari dan bila diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair) dapat menghasilkan 4 – 5 kg pupuk. Dengan demikian satu ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk organik per tahun, sementara penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun.

     Integrasi Tanaman Jagung dengan Ternak Sapi
               Tanaman jagung setelah produk utamanya dipanen hasil ikutan tanaman jagung berupa daun, batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif. Jumlah produk ikutan jagung dapat diperoleh dari satuan luas tanaman jagung antara 2,5 – 3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk 1 satuan ternak (bobot hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) dalam setahun. Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan dapat diolah menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan amoniasi. Pemberian dalam bentuk segar atau sudah diolah disarankan sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih dahulu agar lebih memudahkan ternak dalam mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai dapat ditambahkan molases atau air garam. Kotoran ternak yang telah diproses dapat dipergunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah pada lahan tanaman jagung.

     Integrasi Tanaman Sayur dengan Ternak Sapi
Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu upaya pemanfaatan produk samping/ikutan yang dipelihara di kawasan sayur-sayuran atau memanfaatkan sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran sebagai pakan ternak tidak dapat diharapkan banyak karena limbah sayuran potensinya sangat sedikit. Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman sayuran atau merupakan satu kesatuan. Agar tidak mengganggu tanaman sayuran maka ternak sapi harus dikandangkan. Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran, rerumputan dan tanaman legum. 

Integrasi Tanaman Buah dengan Ternak Sapi
Pengembangan ternak sapi pada areal tanaman buah-buahan yaitu memanfaatkan lahan yang berada di antara tanaman buah-buahan sebagai areal penanaman rumput untuk pakan ternak. Sementara ternaknya dikandangkan di areal tanaman buah-buahan dan rumput yang dihasilkan di areal tanaman buah-buahan dipotong dan dibawa ke kandang sebagai pakan ternak. Selain itu di areal tanaman buah-buahan yang cukup luas dapat dikembangkan sebagai ladang penggembalaan ternak (ternak diikat pada kawasan tertentu) namun harus diawasi agar ternak tidak merusak tanaman buah-buahan yang ada. Keuntungan dari keterpaduan ini adalah tanaman buah-buahan dapat terawat, dihasilkan beragam produk, tersedia pakan ternak dan pupuk organik untuk kesuburan serta konservasi sumber daya alam. Tanaman buah-buahan yang dapat diintegrasikan dengan ternak sapi diantaranya nanas dan pisang.

Pengembangan pola integrasi ternak tanaman-ternak memerlukan kerja sama antara petani, peternak dan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif. Pemerintah juga perlu memberikan bantuan modal, penyuluhan, pelatihan, dan introduksi tanaman hijauan pakan unggul yang dapat ditanam di antara pohon kelapa maupun lahan terbuka. Pengembangan integrasi tanaman dan ternak dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah.


Dzakira Mumtaza
14/364268/PN/13571



Jumat, 06 November 2015

PERTANIAN TERPADU BERI UNTUNG GANDA

                            Pertanian Terpadu Beri Untung Ganda
          Pertanian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang memanfaatkan sumber daya alam dan hayati untuk mendapatkan nilai tambah dari sumber daya alam dan hayati tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Keperluan untuk mendapatkan nilai tambah dari sumber daya alam serta hayati serta keperluan akan energi sebagai penggerak kehidupan dapat terpenuhi melalui sistem pertanian terpadu.

            Di samping itu, pertanian terpadu akan memberikan keuntungan ganda bagi para petani, yaitu keuntungan finansial didapat dari penjualan hasil pertanian dan terpenuhinya pangan serta keperluan akan energi panas dan listrik. Demikian diungkapkan Bupati Kampar H Jefry Noer usai acara penandatanganan nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemkab Kampar dengan PT Sang Hyang Seri (SHS), baru-baru ini, di Jakarta.

           Jefry Noer menjelaskan, sistem pertanian terpadu telah diterapkan di Indonesia yaitu saat ini di Kampar sedang dibangun sebuah kawasan kecamatan yang bernama perkampungan teknologi pertanian terpadu. Di dalam kawasan tersebut nantinya terdapat bidang peternakan, pertanian, perikanan dan serta terdapat perumahannya. Selain itu, kawasan tersebut nantinya akan dapat menyediakan dan menopang semua keperluan yang dibutuhkan termasuk energi listrik yang dapat diperoleh dengan pemanfaatan energi biogas dari kotoran hewan. Lebih rinci Jefry Noer menyampaikan bahwa energi biogas yang dimanfaatkan terbentuk dari hasil penguraian kotoran hewan ternak sebagai komponen penghasil terbesar, kemudian diolah menggunakan tabung yang saling berhubungan, sehingga menghasilkan energi panas yang dapat dimanfaatkan. Energi panas tersebut dapat digunakan untuk memasak dan penghasil daya listrik untuk memenuhi keperluan energi listrik bagi rumah tangga.

         “ Untuk pertanian diusahakan tanaman yang bernilai ekonomi serta tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk menyedia pakan ternak dan ikan, yaitu sebagai kompos seperti tanaman yang akan dikembangkan antara lain tanaman cabai, jagung hibrida, singkong, talas, manggis dan durian serta tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis”, ujarnya.Untuk bidang perikanan, jenis ikan yang dapat digunakan yaitu jenis ikan air tawar yang dapat beradaptasi dengan air keruh dan tidak memerlukan perawatan ekstra serta memiliki nilai ekonomis contohnya seperti ikan nila dan patin.Bidang peternakan sebagai penghasil susu, telur dan daging serta dari kotoran hewan sebagai sumber utama penghasil energi.

          Ditambahkan Jefry Noer, untuk peningkatan kualitas dan nilai tambah produksi pertanian perlu diadakan penerapan teknologi pasca panen yang akan melayani dan mengelola hasil untuk bidang peternakan, pertanian maupun perikanan. Kesempatan dan peluang usaha pada saat ini memiliki peluang yg masih luas. Hal tersebut dikarenakan semua bidang sangat bermanfaat dan dapat menghasilkan nilai ekonomi, apalagi keperluan akan daging dan hasil pertanian selama ini masih disuplai dari provinsi tetangga.

Ida Ayu Indah Febriyani
14/364270/PN/13573
Sumber:
 (http://www.goriau.com/soccer/pertanian-terpadu-beri-untung-ganda.html)